Hutan Indonesia terluas ketiga di dunia, namun deforestasinya di Indonesia pun terbesar kedua setelah Brazil. Salah satu upaya untuk melestarikan hutan dan menekan deforestasi adalah dengan menata ruang secara bijaksana, dan dilakukan secara partisipatif, serta didukung oleh rencana sektoral yang saling sinergi. Hal ini disampaikan Imam S. Ernawi, Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum pada Simposium Nasional “Hutan Untuk Kesejahteraan Rakyat” di Jakarta (3/5).
Lebih lanjut Imam mengungkapkan, hasil kajian telapak ekologis yang telah dilakukan oleh Ditjen Penataan Ruang menunjukkan nilai biokapasitas Indonesia sebesar 1,12 atau masih surplus 0,05 dari nilai telapak ekologisnya yang sebesar 1,07. Namun, apabila kita tidak bisa mengelola ruang dengan baik maka nilai tersebut dalam waktu tidak lama lagi akan menjadi minus, yang artinya bahwa sumber daya alam yang tersedia sudah tidak mampu menopang kehidupan manusia yang ada di wilayah tersebut. Untuk mengantisipasi hal itu, perlu adanya pengelolaan ruang yang baik termasuk didalamnya hutan.
Imam menjelaskan, rencana tata ruang (RTR) disusun dengan mengakomodir berbagai kepentingan, termasuk sektor kehutanan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan sektor kehutanan merupakan bagian integral dari perencanaan tata ruang.
Untuk melaksanakan ketentuan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan kedepan, perlu adanya pengaturan zonasi sektoral kehutanan. “Pengaturan zonasi ini akan memuat arahan tentang hal-hal yang diperbolehkan, yang diperbolehkan dengan syarat, dan yang dilarang. Ketentuan zonasi ini akan diintegrasikan kedalam RTR serta akan diacu oleh pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi di wilayahnya”imbuh Imam.
Pada kesempatan yang sama Ketua Komisi IV DPR-RI Ahmad Muqowam mengungkapkan, beberapa persoalan dan hambatan yang muncul dalam mewujudkan tujuan pengelolaan hutan sesuai UU Nomor 41 Tahun 1999 diantaranya adalah sebaran hutan yang tidak proporsional, banyak terjadinya perubahan peruntukkan kawasan hutan diluar ketentuan tata ruang wilayah atau tata guna hutan kesepakatan (TGHK) serta banyak terjadinya kerusakan hutan di daerah tangkapan air DAS. Selain itu, juga masih belum terdistribusinya manfaat dari sistem pengelolaan hutan secara berkeadilan dan berkelanjutan terhadap masyarakat.
Ahmad menyatakan bahwa untuk mengatasi hal tersebut, perlu diwujudkan kepastian hukum pengelolaan kawasan hutan melalui penyelesaian dan pengesahan RTRWP oleh Propinsi. Disamping itu, optimalisasi pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah terutama pengaturan pengelolaan hutan perlu dilakukan secara lebih arif. Hal ini tentunya juga dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat sehingga manfaat dan keterlibatan masyarakat dapat lebih terasa dan nyata.
Dari : PU Net
0 komentar:
Posting Komentar